- Santri Kentir:
- Jadi apa saya boleh makan nasi tumpeng ini mbah...??
- Simbah:
- Hus....ojo ngawur !!! Itu sesajian buat roh mendiang mbahmu loh, wes ojo di utek-utek, gara-gara kamu deketin roh mbahmu gak mau makan....
Nenek saya usianya 80 tahun, kebiasaannya sering lupa dengan hal hal umum yang penting : pola makannya selalu berubah setiap hari disebabkan beliau sering lupa. Apalagi kalau sudah tidak ada yang mengingatkan, bisa - bisa sehari tanpa makan. Tapi tidak untuk sesajen. Dari mulai penyiapan sampai jamuran (jadi jamur), ritualnya begitu – gitu saja tidak pernah berubah. "Biarlah", katanya, yang penting tumpeng sebungkus itu membawa rizki.
Nasi tumpeng memang punya fungsi bermacam – macam. Ada yang memperlakukannya sebagai sesajen, di masa lalu – juga masa sekarang yang masih percaya. Disini juga masih terbagi dua maksud. Ada yang menganggap hanya sebagai persembahan simbolis, dengan “aturan” sang penunggu tidak boleh menyentuhnya sama sekali. Akan tetapi, sesajen itu kemudian langsung “dikembalikan kepada masyarakat” – siapapun dapat terus memakannya.
Ada pula yang menganggap tumpeng benar-benar memperoleh ‘kontak fisik’ dengan roh halus, dan karenanya dianggap memperoleh kekuatan supernatural sendiri. Hanya beberapa orang tertentu yang boleh makan. Sementara yang lain boleh menyimpannya menjadi jimat jamuran, seperti dalam kasus simbah saya tadi.
Menuanya tahun, dan datangnya agama - agama besar membuat perubahan perspektif tumpeng sebagai sesajen. Tidak lagi memiliki arti magis dan sepernatural, tetapi turun setingkat menjadi 'misteri'.
Seperti yang terjadi sekarang, ketika masyarakat mengerti tentang arti sebuah kebudayaan yang menjadi bagian dari peradaban moden, juga sudah 'berpagar' rapat dari negeri tetangga, tumpeng beralih fungsi lagi - menjadi eksotika, bagian dari 'kekayaan tersembunyi' yang patut diperlihatkan pada para wisatawan dan menjadi bagian transaksi komersial belaka.
Disisi lain orang yang mengaku 'Pembela Islam' ramai - ramai menolak nasi tumpeng ada di tengah - tengah masyarakat. Diharamkan karena menganggap nasi tumpeng sesajen orang yang tidak mempunyai tauhid, tidak percaya pada ke Esaan Tuhan.
Di satu pihak nasi tumpeng diminta lestari kehadirannya. Sedang di pihak lain di minta untuk dijauhi. Mengapa hal - hal ini masih menjadi masalah?
Dalam pelestariannya, nasi tumpeng adalah bagian dari pelestarian budaya luhur bangsa, yang berjalan secara alami dan dengan waktu yang panjang. Jika ada yang menganggap sebagai "makanan yang tidak biasa, mengandung arti ke magis-magisan" itupun di kalangan kecil. Bukan tanda - tanda hancurnya bumi di jagad raya, namun juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Harus di tangani, dalam ukuran proporsional.
Suatu hari islam pun akan menerima nasi tumpeng tanpa merasa "terancam". Percayalah
kalau bagi saya tumpeng hanyalah makanan biasa yang boleh dimakan. :)
akan sangat bijaksana kalau masyarakat 'memperlakukan' tumpeng sebagai layaknya makanan lain seperti rendang, sate, dll. As a culinary treasure :)
great post
Saleum,
Sempat liat juga ritual memberi sesajen di aceh, tapi dulu, sekarang sudah tidak ada lagi....
Saya suka nasi tumpeng...
Dengan tumpeng kita bisa makan bersama
Budaya tidak seharusnya dihilangkan, namun harus tetap dilestarikan. Nasi tumpeng tetap nasi tumpen dan akan diterima keberadaannya pada hari-hari tertentu tanpa mengurangi nilai keimanan dan mengakui keesaanNya
salam dari pamekasan madura
wah, kenapa harus dipertanyakan ??
monggoh Nasi Tumpeng 17 Agustus