Foto Saya

Subscribe now!My Feed

Senin, 18 Juli 2011

Menengok Perempuan Warung Kopi

18 comments

Gambar Ilustrasi






Lanjutan kisah (baca : Memandang keremangan warung kopi). Berikut beberapa paparan pendapat dari perempuan penjual kopi remang - remang 

"Saya bisa mengalah kalau tidak boleh berjualan kopi disini. Tidak boleh karena lingkungan dusun sini banyak musholla dan masjidnya. Tapi saya tidak terima kalau saya menjual kopi ini dikatakan menjual diri pada banyak laki - laki. Saya punya harga diri, saya bukan perempuan murahan. Saya menjual kopi ini hanya untuk menafkahi keluarga. jika keluarga saya kelaparan, apa masyarakat yang memberi makan"



Kalimat diatas keluar dari mulut perempuan penjual kopi yang identitasnya minta disamarkan, ini nadanya penuh dengan emosional. Bagi perempuan muda nan jelita sebut saja namanya Srintil, saat dia melayani pelanggan (pembeli) komunikasi yang terbangun tidak melanggar norma - norma agama. Hanya sebatas ngobrol biasa. Dan tidak dilakukan secara sembunyi - sembunyi. Dia sadar, bahwa sorotan masyarakat santri sekitar menganggap hina pekerjaannya sebagai perempuan nan cantik penjual kopi. Tapi, dia kebingungan akan bekerja apa untuk menafkahi kebutuhan keluarganya sehari - hari, kalau tidak berjualan kopi.

Seakan mewakili kaum perempuan penjual kopi lainnya, si Srintil ini tidak ingin perempuan dibatasi pergaulannya : "Kalau hanya sebatas ngobrol dengan laki - laki ditempat warung kopi dikatakan telah melakukan maksiat, berarti segala yang bukan muhrimnya dilakukan perempuan di pasar; kantor; dan lain - lainnya, itu juga maksiat? Kenapa itu tidak di maksiatkan saja? Disini negara Indonesia bukan arab"

Stigma tidak sedap demikian tidak hanya dialami Srintil seorang, tetapi banyak perempuan penjual kopi lainnya yang menerima perlakuan serupa, walau tensinya berbeda. Seperti yang diungkap oleh Ririn (nama samaran), penjual kopi di Alun - alun Kecamatan Balung (30km ke selatan kota Jember Jawa Timur) : "Banyak yang ngegosipin aku. tapi katanya ibuku, gak usah di pedulikan. Lha wong cari makan sekarang susah, kayak di iklan itu lho!!hari gini masih belum bisa makan.....???" Menurut Ririn yang penting tidak melanggar hukum negara berhak orang itu mau kerja apa saja.


+ Tambah komentar
Comments
18 comments
Cobalah menggunakan RSS Feed. Dengan begitu update terbaru akan masuk melalui akun anda secara otomatis
Masbro mengatakan...

Hehe, tentang warung remang remang lagi ya..

Memang kalau dipandang dari sisi humaniora, kasihan juga mereka. Mereka berhak mencari sesuap nasi untuk diri dan keluarganya. Di sisi lain, masyarakat juga berhak memiliki lingkungan yang nyaman (dalam tanda kutip).

Terus kapan kita ngopi bareng? hehe.. Dulin2 nang omah ya..

mochammad4s mengatakan...

Keren bro tulisannya.
Mendengar nama Balung disebut, jadi ingat di daerah Tegal Boto, sekitar kampus Unej. Banyak warkop di sana. Bedanya tidak ada Srintil atau Ririn di sana. Yang ada Mak Tika, Buk No, dll. Mungkin karena melayani mahasiswa-mahasiswa yang "insomnia" :)
Soal substansi tulisan ini, memang begitulah liku-liku perempuan seperti para penjual kopi yang dikisahkan. Karena stigma mereka jadi kebawa-bawa. Mereka korban dari stigma gebyah uyah. Gak ada yang salah di sini. Masyarakat berusaha memprotek daerahnya dari hal yang mereka takutkan jadi hal yang negatif. Sementara Srintil dan Ririn berjuang untuk hidup mereka. Yang kurang adalah adanya pemahaman akan kehidupan. MAsing-masing kurang membuka diri untuk saling mengenal.
hehehe... kok jadi serius.

Salam kenal :)

Mochammad
http://mochammad4s.wordpress.com
http://piguranyapakuban.deviantart.com

Lyliana Thia mengatakan...

Kasihan yah...Banyak ketidakadilan di negeri tercintaku ini :-(

Knapa mereka yg hanya berusaha mencari nafkah dgn cara halal dicap maksiat, padahal banyak pencari nafkah haram yang dihormat dan dilabeli "yang mulia"???

Jurnal Rachmat mengatakan...

itulah sifat manusia...hanya bisa men-judge tanpa melihat realita yang ada...

salam kenal dari blogger banyuwangi

bopfive5 mengatakan...

dia berusaha hanya untuk mncari sesuap nasi untuk keluarga tapi masih saja di cap seperti itu ,memang berat jadi perempuan

Lidya - Mama Pascal mengatakan...

mencari rezeki yg halal ya, tapi harus hati2 juga

Djangan Pakies mengatakan...

Asslamu'alaikum Sodaraku,
dari sudut pandang saya, mungkin perlu juga dipikirkan kenapa masyarakat berpikir demikian terhadap warung remang-remang. Maka untuk membangun citra positipnya perlu juga dibenahi kondisi warungnya sehingga memberikan kesan yang lebih baik. Termasuk juga bagaimana cara melayani pembeli.
Semoga ada banyak jalan keluar yang lebih baik untuk itu

Sofyan mengatakan...

Masih seputar remang² ya mas,,hehehe

Secara hukum syar'i memang benar hukum,,berbicara dengan lain muhrim itu maksiat,,tapi dalam perniagaan hukum itu tidak lagi digunakan Mas,,intinya Islam itu agama yang sangat Mudah, yang penting niatan yang tulus untuk mencari nafkah hehehe

Salam untuk konco² Balung ☺ ☺ ☺

joanna mengatakan...

iya tuh..jgn gampang men judge wanita menjual diri, pdhal mrk mencari rejeki dengan halal..masyarakat memang sering mengadili sesamanya tanpa mengaca dulu siapa mrk sebenarnya..*jdesmosi* hehe..keren mas postingannya..salam kenal dr sby ya :)

Zippy mengatakan...

Yup, kadang orang menyamaratakan bahwa cwek penjual kopi yang ada di warung2 itu selalu berkonotasi negatif, padahal kan tidak selalu.
Kasian juga ya jadinya...

nicamperenique mengatakan...

iyalah, ga usah pedulikan omongan orang, toh klo kita ga makan, boro2 ada yg mo ngasi, paling juga sepotong kata KASIHAN thok! abis itu apa?

urus diri masing2, sekalipun dia menjual diri, urusan apa juga,coba? klo mau kasi solusi, silahkan deh, tapi klo cuma omdo, mending telan aja omongannya.

karena buat saya, menjual diri itu bukan perkara mudah, buktinya setiap pelakunya kebanyakan memilih pekerjaan lain JIKA ADA.

*ikut emosi mbelain mba Srintil :D*

sigulajawa mengatakan...

Selama cari makan dengan halal sih sah-sah aja.

Lozz Akbar mengatakan...

No Comment.. langsung saja menuju TKP untuk investigasi

Blog Template mengatakan...

@masbro hakim : wah tawaran istimewa ok jika nanti masbro ada waktu luang saya tak ngopi disana sekalian tak ngliat masbro punya kolam lele....hehe

@mochammad4s : Terima kasih sudah mau mampir kesini ya mas semoga bisa terjalin silaturahmi

@Lyliana Thia : ya itulah sebuah negeri yang katanya kaya namun nyatanya....(bisa disimpulkan sendiri bagaimana nasib kaum proletarnya)

@Jurnal Rachmat : hehe kita memang eksekutor mati yang digerakkan oleh opini dan kesimpulan kita sendiri tanpa melihat fakta

@bopfive5 : betul kang padahal perempuan adalah makhluk yang seharusnya kita hormati...

@Lidya - Mama Pascal : halal dan haram memang tipis bedanya ya mbak

@Mas Pakies : Wa'alaikum salam semoga saja ada jalan keluar yang lebih baik. Saya setuju mas

@Sofyan : terima kasih mas sofyan. Saya denger dari kang lozz katanya mas sofyan juga orang jember.... :D salam juga buat teman2 jember

@joanna : salam kenal juga mbak dari jember terima kasih kunjungannya

@Zippy : iya mas saya juga kasihan melihatnya

@nicamperenique : betul saya setuju mbak inilah sebuah potret bahwa bangsa kita adalah bangsa miskin yang melahirkan kegersangan moral. Tapi jangan esmosi ya saya takut...hehe salam hangat

Blog Template mengatakan...

@sigulajawa : Setuju

@Lozz Akbar : hwwhwhwhw.... koyo intel inpestigasi....

mabrurisirampog mengatakan...

bgitulah jika masih menilai sesuatu dari sampulnya saja,,,

pakde sulas mengatakan...

warung kopi remang-remang memang selalu menjadi pergunjingan, baik tempat dan penjualnya, terutama jika ada "kembang warungnya" selalu kerkotasi negatif, tapi semua itu kembali kepada pelakunya.

menone mengatakan...

tiap hari nich menone nongkrong diwarung kopi cm yg jual cow hehehehehehehehhehe....

Salam persahabatan selalu dr MENONE

Posting Komentar