Foto Saya

Subscribe now!My Feed

Rabu, 29 Februari 2012

Konsep Diri

10 comments

Perenungan diri sendiri
Santri kentir yang sedang bingung mencari jati diri, bertanya kepada seorang teman : "semenjak saya tumbuh menjadi dewasa hati saya sering bertanya, siapa saya ini sebenarnya, lalu untuk apa saya hidup" 

Temannya menjawab ringan saja : "ya memang kamu sebenarnya nggak ada tir" 

"yang bener kalo bicara saya ini tanya bener - bener" kata santri kentir

"Gak usah jauh-jauh" kata temannya, sambil memegang sebatang rokok ia melanjutkan "ini rokok" ia seperti rokok beneran di hadapan kita. Siapapun yang ada disini akan mengatakan bahwa ini sebatang rokok, karena ada semacam sifat 'kerokok-an' begitulah yang terlihat dimata kita. Jika kita menganggap rokok benar - benar eksis, maka ketika kita mencari apa inti rokok, seharusnya ketemu. Kalo gak percaya coba robek kertas batang rokok itu, keluarkan isinya (gabus dan tembakaunya), mana yang menjadi inti rokok sekarang?"

Santri kentir diam, lalu ia menjawab "Rokok ya terdiri dari tembakau kertas dan gabus {filter} kalau ketiganya tidak menyatu ya bukan rokok"

"Nah sudah jelas bukan kalau rokok tidak independen tapi dependen, eksisnya rokok bergantung pada tembakau kertas dan gabus, begitu juga kita"

Stop sampai sini....Saya ingin mengajak anda merenung, menjawab pertanyaan santri kentir {siapa saya dan untuk apa saya hidup}. Mari kita urai satu persatu, Siapakah "saya"? Bagian tubuh yang mana "saya" itu? Apakah "saya" adalah otak yang ada dalam batok kepala saya? Apakah "saya" lengan saya? Kebanggaan saya? Ataukah "Saya" itu pikiran saya?

Rokok diatas bisa diganti "diri saya" atau "diri anda". Seperti rokok diatas ternyata sulit bagi kita untuk menetapkan apa yang membuat saya menjadi "saya" dan anda menjadi "anda". Pada akhirnya akan bernasib seperti rokok diatas tidak ada diri yang independen dan terpisah. Yang ada hanya diri yang bergantung pada hal hal diluar diri sendiri. Konsep diri yang jelas dan pasti tersebut ternyata cuma ilusi, hampa tanpa substansi. Itulah kekosongan.

Anda pasti masih ingat rasanya saat sedang emosi atau marah? Ketika itu keberadaan "saya" sedang solid. Ada diri "saya" yang riil, yang dihina dan dipermalukan. "Saya" itu harus dibela, "saya" jangan sampai tersakiti, "saya" tidak boleh terhina dan seterusnya. Keberadaan "saya" tersebut menjadi sangat kuat, terlihat, teraba seakan ada dalam pikiran dan tubuh kita. Tapi anehnya ketika emosi diri sudah benar benar reda, hati & pikiran terasa tenang, maka disaat itu juga "saya" hilang tidak bisa ditemukan lagi dalam tubuh dan pikiran.

Bila kita menyadari kosongnya konsep diri, kita dapat melihat bahwa tidak ada orang yang solid dalam keadaan marah. Tidak ada orang yang riil yang reputasinya harus dibela. Tidak ada orang cantik secara independen yang harus kita miliki. Dengan menyadari kekosongan semua ketergantungan/kemelekatan, kemarahan, kesombongan, kecemburuan, kedengkian dan seterusnya akan musnah. Mengapa? karena tidak ada objek riil yang mesti dilindungi, tidak ada jabatan yang harus 'dicengkeram' (Santri : lho lho sampean ini kayaknya nyindir2 orang atas? Teman : biarin...kesindir ya Alhamdulillah). Dengan musnahnya kotoran batin yang disebutkan diatas, hati kita menjadi lebih bahagia, damai, tenang dan tidak khawatir dengan apapun yang mengancam. 

"Kalau tidak ada saya yang nyata, tidak ada uang yang nyata, tidak ada perempuan cantik yang nyata, lalu mau ngapain?" ini tentu bukan pernyataan yang benar

Kembali ke penjelasan rokok tadi, ketika tembakau, kertas rokok (paper) dan filter sudah menyatu disaat itu pula rokok siap 'menjalankan tugasnya'. Adalah menjadi pemuas para penghisapnya.

"lah kalo manusia apa tugasnya?" 

"taat aturan"

"simple ya? tapi saya sulit menjalankan"

"ya jangan dimaknai simple....jelas...kalo masih ada 'label' "saya" jangan harap "

+ Tambah komentar
Comments
10 comments
Cobalah menggunakan RSS Feed. Dengan begitu update terbaru akan masuk melalui akun anda secara otomatis
marsudiyanto mengatakan...

Saya juga bingung dengan istilah Negara" dalam kalimat "Milik Negara"
Sebenarnya negara itu apa atau siapa kok memiliki sesuatu.
Punya Gedung; Punya Mobil Plat Merah; Punya Jalan dll.
Banyak kita temukan tulisan "milik negara" di barang tadi...

Niar Ningrum mengatakan...

tata aturan, aturan di buat juga sering di langgar tuh liat ajah di lalulintas :D

mimi RaDiAl mengatakan...

kasus berat ini,
utk menyelami siapa dan apa saya, msh belum sampe sana ilmunya mas,,
yg jelas hidup menurut saya baik dan mencari korelasinya dg kebaikan utk orang lain, itu yg saya coba jalani :D

Coro Mas mengatakan...

@ Pak mars : milik negara berarti milik koruptor mungkin....xixixi makasih pak... :D

Coro Mas mengatakan...

@niar : bener..hayooo sering nglanggar ya...

@mba mimi : hehe cuman butuh merenung kok mba dan saya setuju dengan melakukan kebaikan pada orang lain sudah termasuk taat aturan terima kasih ya mba...

icha diyah mengatakan...

Ruwet mas Coro, mbok jangan kepalaku makin mumrt to....

Coro Mas mengatakan...

Ruwet kenapa Bu... *masa iya kompasianer bisa ruwet baca tulisan biasa kayak gini* ato memang tulisane sing ruwet...

Terima kasih Bu Diyah...

Damar mengatakan...

pada akhirnya kita akan menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah semu belaka, permainan semata, senda gurau dalam waktu yang yang sangat singkat. Lalu siapa saya dan bagaimana saya, ya tentunya kita bisa menempatkan diri, untuk dimanakah kita hidup yang sebenarnya ?, jika kita bisa memaknai itu maka sudah saatnya kita menyiapkan diri untuk kehidupan itu.

Niar Ningrum mengatakan...

wakakakaka.....hust ojok bilang2 yaa om .... :D

Unknown mengatakan...

yo mbok dibuat gampang aja
Obat Batuk Herbal Anak

Posting Komentar