Foto Saya

Subscribe now!My Feed

Selasa, 24 Januari 2012

Keakuanku Hanyut di Kebeningan Sungai Tanpa Papan Nama

0 comments

Lanjutan kisah santri kenthir


Awal kedatangan ku di Pondok Pesantren ini, (aku sebut ponpes tanpa nama, karena tak ada papan nama layaknya diponpes lainnya) demi menenangkan dan menyamankan hati dari keruwetan, kesempitan, dan keletihan hidup yang kujalani selama menjadi orang yang tak pernah taat mematuhi perintahNya.

Muak dengan segala kesenangan duniawi, muntah dengan jebakan hidup kapitalisme, dan jenuh dengan mimpi-mimpi modernitas. Segalanya telah mensistem dan mempolakan kehidupanku menjadi dua pilihan utama: bertindak menyerang atau bertahan, ikut berebut atau menyerah pada keadaan.

Sungguh melelahkan hidup sebagai aku  dalam ruang hidup dengan sistem sosial kapitalis seperti ini. Disini ‘aku’ diwajibkan berkecukupan modal dan keahlian di bidang tertentu yang dibutuhkan untuk menopang bangunan social kapitalisme. Jika aku tak mampu menyediakan diri untuk itu (modal dan keahlian), maka aku harus mampu berada dipinggir peradaban sambil bertahan di kasta social paling bawah hanya demi ‘aku’ agar tidak punah.

Sulit menjadi aku dalam ruang yang penuh sesak dengan jiwa-jiwa materialism ini, karena ke-akuan -ku dibentuk dan diarahkan tujuannya hanya untuk menyembah uang dan sekutunya. Sementara sifat fitri dalam diri masih tak berdaya dan masih sangat menggantung pada kekuatan mutlak system kapitalisme.
‘Aku’ dimata raksasa kapitalisme menjadi ada jika aku telah menjadi pengusaha, pejabat, akademisi, petani dan buruh. ‘Aku’ akan menjadi tidak ada bahkan seperti terasing saat aku tidak berperan dalam fungsi socialnya untuk menopang kekuatan struktur sosial; ‘aku’ hanyalah sebagai pengangguran, misalnya.

Permasalahannya aku ada ketika aku harus aktif berperan menopang bangunan hidup kapitalisme, padahal lama kelamaan ke’akuanku’ ternyata menjadi irosi dan terasing kembali dari peran aktifnya sebagai manusia sejati. Aku dalam dunia kapitalisme ternyata hanyalah budak/pelayan sistem.

Itulah yang terjadi aku ingin benar-benar ada. ‘aku’ Ada bukan kamuflase: sepertinya ada padahal tidak ada. Dimanakah ‘aku’ sebagai diriku yang sejati?

Perenunganku atas ‘aku’ diatas sepertinya sedang menemukan sungai bening spiritual setelah aku menjejak kaki di ponpes tanpa nama. Aku bertemu dan berbicang dengan Kyai Nurul pemimpin pondok dan tokoh masyarakat Desa Jambuan-Anti Rogo-Jember. Berikut sedikit yang bisa aku kutip yang sangat ampuh mengobati luka-lukanya ‘aku’ diatas:
“ bahwa aku ini sebenarnya tidak ada. Aku ini hanyalah berisi perintah-perintah Allah. Bahwa Allah lah yang Maha pengatur. Jika barang siapa yang menganggap perintah-perintah Allah itu adalah ‘aku’ maka itulah keruwetan hidup yang akan melilit ke akuanku. Dan penyakit-penyakit jiwa akan melekat pada ke akuanku. Karena aku tak pernah terbebas dari keakuan diriku yang bukan sesungguhnya.”

Menghayati wejangan itu, sepertinya aku sedang bermandi ria dalam sungai bening spritualitas, sambil merendam diri, berharap semoga aku lekas terhanyut dalam samudera luas ke Maha KuasaanNya.

+ Tambah komentar
Comments
0 comments
Cobalah menggunakan RSS Feed. Dengan begitu update terbaru akan masuk melalui akun anda secara otomatis

Posting Komentar